Langit boleh punya gumpalan awan
putih, laut boleh punya air jernih, kamu pun boleh memiliki yang ingin kamu
miliki, memilih yang ingin kamu pilih. Nikah muda? It’s ok. Punya pacar kakak tingkat? no problem. Atau memutuskan pacar tanpa alasan yang jelas, itu
hakmu. Semua boleh kamu lakukan, bebas. Kalau aku, aku akan lakukan apa yang
menurutku baik. Meski aku belum seutuhnya baik, bahkan belum tentu benar-benar
orang baik. Tapi aku ingin, memilih kan sebuah kebebasan.
Untuk hari ini. Kelak semua bisa
terulang, kita bertemu esok lusa atau 2 hingga tiga tahun berikutnya, dengan
menanggalkan status yang melekat, tanpa kemewahan, tanpa membicarakan berapa
gajimu atau lulusan mana kamu? kita berkumpul seperti ini layaknya anak abg
yang masih on the way mencari jati
diri. Menurutmu bagaimana?
Bumbu apa sih supaya punya
sahabat? Terus sahabat itu apa? Tidak perlu bumbu seperti kita memasak
rica-rica, cukup seperti kita masak ikan asin. Sederhana tapi punya makna. Jangan
jangan! Jangan seperti ikan asin. Rasa asinnya yang dominan tidak cocok untuk
mengungkapkan sahabat, mungkin es cream, rasanya yang campur aduk menandakan
kalau sahabat itu mengerti satu sama lain. Bisa paham dengan karakter yang
lain, tidak hanya mementingkan karakter dia dan dunia maya. “Karakter ku
seperti ini, kamu harus menerima, kamu kan sahabat!” Jangan! Itu namanya ego-is!
Perhatian adalah sesuatu yang simple
namun juga sesuatu yang sulit.
Sudah mengerti apa itu sahabat? Kalau
belum, simak!
Duapuluh tahun kini usiaku, Aku
masih saja merasa sendiri, bukan karena aku tak memiliki pendamping, bukan, bahkan
memikirkannya saja pun aku belum sempat. Sahabat, kalimat yang terus melekat. Sampai
sekarang aku belum pernah merasakan gembira, seperti mereka yang sering
memenuhi akun instagramnya dengan postingan foto bersama sahabat. Rasa iri,
iya tentu ada. Berulangkali pertanyaan di benak menggedor ingin keluar, belum juga mendapat jawaban. Aku bernafsu ingin mencari arti ini seperti orang yang kelaparan. Seperti orang yang sedang mencari ilham
Sore, tepanya pukul 16:00. Tak disangka
aku sudah berjalanan kaki cukup jauh. Aku sempat bingung akan pulang lewat
jalan yang mana. Tiba-tiba di ujung gang ada seorang perempuan bersimpuh, dia
menatap kosong entah ke arah mana. Di raut wajahnya tersirat dia yang sedang
memiliki banyak pikiran. Ku memeberanikan diri menegur dan menyapanya. Dalam benak,
mungkin dia yang akan menjadi sahabat sejati. “Kamu kenapa di sini? Sedang apa
kamu?” tanpa bermaksud mengulik apa yang terjadi, namun spontan pertanyaan itu
keluar. Dia hanya tersenyum. Lalu kembali menatap lurus kedepan dengan kosong. Aku
tak ingin ambil pusing karena mengenal dia pun tidak. Kakiku melangkah untuk
meninggalkan dia, sesekali ku menoleh ke arahnya yang makin jauh, dia yang
masih tertunduk lesu. Apakah dia orang gila? Mungkin, tapi entahlah aku
benar-benar tak peduli.
Sudah berapa kali kakiku berjalan?
Entah aku saja tak tahu. Sekali lagi ku temui lelaki yang sedang membetulkan
mobil tua yang mogok, dia membuka bagasi mesin yang mengepul dan mengeluarkan
bau kampas rem. “Ada yang bisa aku bantu?” aku menawarkan jasa. Lelaki itu
hanya mengangguk. Dia masuk kedalam mobil, gelagatnya seperti menyuruhku mendorong
mobil dari belakang. Oke aku lakukan, batinku. Mobil itu pun melaju, aku tidak
mendengar ucapan terimakasih. Mobil terlihat mengecil karena sudah benar-benar
jauh.
Aku terus berjalan, ternyata
kerikil sekecil biji kurma dapat membuat ku jatuh dan luka-luka. “Butuh
bantuan?”seorang perempuan yang tadi terlihat masih duduk di ujung gang
menawarkan tangannya. Dia memopohku, aku kesulitan berjalan karena sewaktu
terjatuh kaki ku tertindih badan dan menekuk. Beberapa menit kemudian datang
mobil tua, sepertinya mobil yang tadi aku tolong. Dia menawarkan tebengan. Semenjak kejadian itu kita
bertiga berteman.
Jadi kesimpulan yang di dapat
adalah, sahabat itu kadang gila dengan idenya, jangan ilfil dengan tingkahlakunya, dia pun tak pernah ilfil dengan tingkahlaku kita, kadang sombong dengan
karakternya, tapi dia tidak akan pernah melupakan kita. Gak nyambung ya? Yaitulah
sahabat, tidak nyambung alias tidak bisa didefinisikan. Sahabat, ilmu abstrak
ilmu batin, bukan teori, tapi terasa.